Kamis, 30 Maret 2017

PENTINGNYA PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL



PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL

Indonesia merupakan negara yang besar, terdiri dari banyak  pulau yang dimana sebagian besar memiliki penghuni. Kondisi inilah membuat Indonesia kaya akan suku, agama, kebudayaan dan identitas kedaerahan yang sangat majemuk. Oleh karenanya untuk menyatukan keberagaman masyarakat Indonesia dibutuhkan hukum agar kehidupan masyarakat menjadi lebih seragam, terarah, dan jelas. Hukum yang dimaksud adalah hukum nasional yang berlaku secara keseluruhan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Dalam kehidupan sehari-hari seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan masyarakat semakin kompleks dan hal ini mengharuskan hukum juga harus tetap berkembang mengikuti perkembangan zaman sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dalam menunjang dan menjamin keamanan serta kenyamanan masyarakat . Maka pembangunan hukum nasional merupakan keniscayaan yang mesti diterima oleh bangsa Indonesia.
Apakah yang dimaksud dengan pembangunan hukum nasional?  Pembangunan sering diidentikkan dengan pengembangan, penataan, pemantapan kembali, peninjauan, dan evaluasi. Hukum sendiri adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia,  menjaga ketertiban, keadilan, dan mencegah terjadinya kekacauan. Jadi pembangunan hukum nasional adalah penataan tata hukum yang bersifat nasional yang mengupayakan agar hukum tersebut tetap ada dan berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dalam menjamin keamanan dan kenyamanan masyarakat di suatu negara.
Pembangunan hukum nasional bertujuan untuk memperbaiki hukum yang ada manakala hukum tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat dan membuat hukum baru yang di sesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Disamping itu pembangunan hukum diperlukan agar penegakan/supermasi hukum terlaksana dengan tepat sehingga bisa mengatur kehidupan masyarakat sesuai dengan yang seharusnya.
Fungsi pembangunan hukum secara umum ada 2, yaitu sebagai social control (kontrol sosial) dan social engineering (perekayasa sosial).
a.       Social control (kontrol sosial)
Pada taraf kehidupan bersama, pengendalian social merupakan suatu kekuatan untuk mengorganisasi tingkah laku sosial budaya. Pengendalian sosial terjadi apabila suatu kelompok menentukan tingkah laku kelompok lain, atau apabila kelompok mengendalikan anggotanya atau kalau pribadi-pribadi mempengaruhi tingkah laku pihak lain. Dengan demikian pengendalian social terjadi dalam tiga taraf yakni:
 1. kelompok terhadap kelompok
 2. kelompok terhadap anggotanya
 3. pribadi terhadap pribadi
Dengan kata lain pengendalian social terjadi apabila seseorang diajak atau dipaksa untuk bertingkah laku sesuai dengan keinginan pihak lain, baik apabila hal itu sesuai dengan kehendaknya ataupun tidak. Jika dikatakan pengendalian social itu memiliki unsur pengajakan atau pemaksaan kehendak kepada pihak lain, maka kesiapan pihak lain itu untuk menerimanya sudah tentu didasarkan kepada keadaan-keadaan tertentu. Pengendalian social bertujuan “ to bring about confirmaty, solidarity, and continuity particular group or society”. Dalam hal ini, Soerjono Soekanto dan Heri Tjandrasari juga secara rinci menyusun klasifikasi sederhana terhadap tujuan-tujuan pengendalian social, yaitu:
 1. yang tujuannya bersifat eksploitatif, oleh karena dimotivasikan kepentingan diri, baik secara langsung maupun tidak langsung.
 2. yang tujuannnya bersifat regulative, oleh karena dilandaskan pada kebiasaan atau adat istiadat.
 3. yang tujuannya bersifat kreatif atau konstruktif, oleh karena diarahkan pada perubahan social dan bermanfaat.
Melihat dari klasifikasi yang dirumuskan oleh kedua tokoh di atas, maka ketiga-tiganya memerlukan sarana untuk pengaturannya. Sarana untuk pengendalian sosial itu dapat berbentuk badan-badan yang bersifat institusional maupun noninstitusional, tergantung kepada tujuan yang hendak dicapai. Yang bersifat institusional salah satu diantaranya adalah hukum. Hukum merupakan lembaga pengendali sosial yang memiliki kekuatan. Dapat kita bayangkan jika kekuatan hukum sebagai lembaga pengendali sosial ini pudar, maka tingkah laku masyarakat (baik kelompok maupun individu) menjadi tidak stabil dan kita tidak dapat membayangkan keadaan masyarakat itu untuk selanjutnya. Oleh karena itu, hukum diartikan sebagai “kontrol sosial” dan berhubungan dengan pembentukan dan pemeliharaan aturan-aturan sosial.
Analisa ini berpijak pada kemampuan hukum untuk mengontrol perilaku-perilaku manusia dan menciptakan suatu kesesuaian didalam perilaku-perilaku tersebut. Sering dikatakan bahwasanya salah satu karakteristik hukum yang membedakannya dari aturan-aturan yang bersifat normatif ialah adanya mekanisme kontrol yaitu yang disebut sebagai sanksi.
Dari pemaparan diatas maka dapat saya simpulkan bahwa fungsi hukum sebagai sosial kontrol adalah aturan-aturan yang di buat untuk memberikan batasan-batasan kepada pribadi ataupun kelompok sebagai acuan dalam bertingkahlaku dalam masyarakt sehingga bisa tercipta keselarasan, keamanan dan kenyaman yang di kehendaki.
b.      Social engineering (perekayasa sosial)
Menurut pendapat Rusli Effendi (1991: 81), yang menegaskan bahwa "Suatu masyarakat di manapun di dunia ini, tidak ada yang statis. Masyarakat manapun senantiasa mengalami perubahan, hanya saja ada masyarakat yang perubahannya pesat dan ada pula yang lamban. Di dalam menyesuaikan diri dengan perubahan itulah, fungsi hukum sebagai a tool of engineering, sebagai perekayasa sosial, sebagai alat untuk merubah masyarakat ke suatu tujuan yang diinginkan bersama, sangat berarti". Penegasan Rusli Effendy tersebut di atas, menunjukkan bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial sangat diperlukan dalam proses perubahan masyarakat yang di manapun senantiasa terjadi, apalagi dalam kondisi kemajuan yang menuntut perlunya perubahan-perubahan yang relatif cepat. Fungsi Hukum sebagai alat rekayasa sosial ini, juga sering disebut sebagai a tool of engineering yang pada prinsipnya merupakan fungsi hukum yang dapat diarahkan untuk merubah pola-pola tertentu dalam suatu masyarakat, baik dalam arti mengokohkan suatu kebiasaan menjadi sesuatu yang lebih diyakini dan lebih ditaati, maupun dalam bentuk perubahan lainnya. Perubahan lainnya dimaksud, antara lain menghilangkan suatu kebiasaan yang memang sudah dianggap tidak sesuai dengan kondisi masyarakat, maupun dalam membentuk kebiasaan baru yang dianggap lebih sesuai, atau dapat mengarahkan masyarakat ke arah tertentu yang dianggap lebih baik dari sebelumnya.
Sejalan dengan ini, Soleman B. Taneko mengutip pendapat Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa "Hukum sebagai sarana rekayasa sosial, innovasi, sosial engineering, menurut Satjipto Rahardjo, tidak saja digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkan pada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang dipandang tidak perlu lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya".
Adanya pandangan agar hukum dapat membentuk dan merubah suatu keadaan dalam masyarakat sebenarnya telah lama dikembangkan oleh seorang sarjana yang bernama Rescoe Pound dengan teori yang terkenal “law as a tool of social engineering” . Di indonesia teori ini dikembangkan oleh Muhtar Kusuma Atmadja. Kata ”tool” diartikannya sebagai sarana. Langkah yang diambil dalam sosial engineering bersifat sistematis dimulai dari identifikasi problem sampai kepada jalan pemecahannya yaitu :
 1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk didalamnya mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut.
2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting dalam hal sosial engineering itu hendak ditrerapkan pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk, seperti : tradisional , modern dan perencanaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih.
3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan.
4. Mengikuti jalannnya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.
Langkah-langkah ini dapat dijadikan arah dalam menjalankan fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial. bagaimana upaya hukum dapat merombak pemikiran, kultur maupun sikap ataupun cara hidup seseorang agar dapat bertindak dan berbuat sesuai tuntutan kehidupan. Bagaimana hukum dapat merubah orang yang selama ini “ tertidur” , setelah ada hukum menjadi “terjaga” .

Daftar Pustaka
Mahfud MD, Moh. 1998. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar